...UNTUK DIRIMU YANG BERGELAR MUSLIMAH..

"semoga hijab menjadi pakaianmu...semoga kesucian menjadi amalanmu...semoga kesopanan menjadi perhiasanmu...semoga syurga menjadi tempatmu..."

Monday, April 5, 2010

::..HARGAI SELAGI ADA,JANGAN SESALI DIKEMUDIAN HARI..::

BISMILLAHRRAHMANIRRAHIM......

Salam penuh kesyukuran kerna limpah kurnia-Nya dapat ana kembali untuk menulis warkah yang tidak seberapa ini dan diharapkan dapatlah diambil isi-isi nya moga menjadi tauladan kepada mereka yang bergelar anak..


Membaca?Itulah perkara-perkara yang ana isi jika ada kelapangan masa dan waktu..Segala buku-buku atau segala jenis bacaan memang pantang bila ana melihatnya dan ana akan terus membaca.Pada suatu hari ana terpandang satu tajuk artikel yang bertajuk "Kisah seorang ibu tua yang buta".Ana tertarik untuk membaca kisah selanjutnya. (cerita bermula....)


" Saat aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan, kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA! Matanya tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar malu.

Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku. Aku ingin menjadi yang terwah, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja membuat makanan untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.
Pada suatu saat ibu datang ke sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena sudah beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan tidak menginap di rumahku. Karena rumah kumuh itu membuatku muak, membuatku kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk menggapai sebuah kesempurnaan itu.

Tepat di saat istirahat, salah satu guru yang berpapasan denganku di kantin sekolah memanggilku. “Afkar !” Kau kedatangan tamu!” ucap guru yang berpapasan denganku itu. “Siapa Bu?” Lihat saja ke ruang tamu sekolah!” Perintah guru itu segera kulaksanakan. Aku berjalan melewati lorong-lorong kelas yang sedang ramai. Anak-anak sepantarku sedang asyik-asyiknya menikmati hidup yang semu ini. Beberapa menit kemudian sampailah aku di depan pintu ruang tamu sekolah. Kulihat sosok wanita tua sedang duduk. Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan. Itulah ibu ku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu.
“Afkar!” Ibu memanggilku.
“Mau ngapai ibu ke sini? Ibu datang hanya untuk mempermalukan aku!” Beberapa anak-anak yang sedang berjalan di depan ruang tamu sekolah melihat ke dalam ruangan yang menjadi neraka bagiku. Bentakkan dariku membuat dirinya ingin segera bergegas pulang. Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu pun bergegas keluar dari sekolahku.
Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat malu. Sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan. “AFKAR. IBU MU MATANYA SATU YAH?”Terasa suntikan yang mematikan mendapat pertanyaan seperti itu, aku hanya melewatinya dengan wajah sinis.

Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah dan diterima di sebuah Institut Negeri di Singapura. Aku mendapatkan beasiswa yang ku incar, kukejar dan aku ternyata berhasil mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada pada orang-orang yang sempat menghinaku. Aku berangkat pergi merantau ke Singapura tanpa memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu mnghalangi kemajuanku. Karena aku MALU.

Di Singapura, aku menjadi mahasiswa terpopuler karena kepintaranku. Aku telah sukses dan pada suatu saat aku menikah dengan seorang gadis Indonesia yang menetap di Singapura. Singkat cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku sangat mewah, aku mempunyai satu anak laki-laki berusia tiga tahun dan aku sangat menyayanginya. Bahkan aku menjaminkan nyawa untuk putraku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura, belajar dan membina rumah tangga dengan harmonis dan nyaris sama sekali aku tak pernah memikirkan nasib ibuku. Ibu yang telah melahirkanku ke dunia ini, membuatku berpijak di dunia. Sedikit pun aku tak rindu padanya, aku tak mencemaskannya. Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku sekarang.

Hingga pada suatu hari, putra sulungku sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita tua renta dan sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia adalah Ibu, Ibuku datang ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana dia mendapatkan ongkos. Seketika saja Ibu ku usir. Dengan enteng aku mengatakan:
“HEY, PERGILAH KAU. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!” Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu lalu tersenyum, “MAAF KALAU BEGITU SAYA SALAH ALAMAT”
Tanpa merasa terhunus, aku masuk ke dalam rumah. Sempat istri menanyakan siapa yang datang dan kumarahi, dan aku menjawab “PENGEMIS”.

Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk surat undangan reuni dari sekolah SMA ku. Aku pun datang untuk menghadirinya dengan beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas ke luar negeri. Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku. Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni dan sedikit menyombongkan diri yang sudah sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh teman-temanku kagum pada diriku yang sekarang ini. Satu hal yang kutakutkan, mereka menanyakan ibu ku yang memalukan itu, karena matanya yang BUTA. Tapi untung saja tak ada sepatah kalimat “IBU” yang menghantar padaku.

Reuni selesai. Sebelum pulang ke Singapura, aku ingin melihat keadaan rumahku. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di depan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku sendiri jijik melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat rumah ini begitu berantakan bak kapal pecah yang baru saja terjun dan berhamburan ke tanah. Aku tak menemukan sosok wanita tua di dalam rumah itu, entahlah dia ke mana tapi aku merasa beruntung tak menemuinya. Bergegas aku keluar dan tiba-tiba salah satu tetangga dekat rumahku mengenaliku.
“Afkar?Subhanalloh Afkar, akhirnya kau datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia dua minggu yang lalu”
“OH…”
Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Tak tau mengapa tak ada tetesan air mata. Jangakan tetesan air mata, sedikit rasa sedih saja tak aku rasakan saat mendengar ibuku meninggal.
“Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan surat ini untukmu”
Ibu-ibu yang menghampiriku segera bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.
Untuk anakku Afkar yang sangat Aku cintai,
Demi Allah yang menggenggam nyawaku, yang menguasai ruhku, yang mencintaiku seperti aku mencintaimu walau kau sangat membenciku. Anakku Afkar, Ibu tahu kau akan datang ke acara Reuni yang diadakan oleh sekolahmu. Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap sujudku pada Allah pemilik arsy! Aku meminta ampunan untukmu nak.
Asal kau tau saja Afkar anakku tersayang, mata yang membuat mu malu ini adalah salah satu dari matamu. Waktu kau kecil, kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayah tidak terluka apa-apa sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu.
Ya ….. salah satu matamu adalah mataku.
Kau melihat dengan mataku nak, dan aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Do’akanlah aku diterima di sisiNya. Saat aku menulis surat ini, aku yakin maut sudah mengetuk pintu kehidupanku.

Ibumu tercinta
Bak petir di siang bolong yang menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku terdiam!
Aku pulang seperti mayat hidup, tak satu patah katapun keluar dari mulutku. Menyambut senyuman putra tersayangku pun aku tak mampu. Aku benar-benar seperti manusia yang tak bernyawa. Beberapa bulan kemudian, anakku meninggal dunia karena kecelakaan terlindas sebuah bus besar, tubuh kecilnya hancur lebur. Jadilah aku mayat yang benar-benar hidup setelah istriku pun ikut meninggalkan aku. "


Setitis demi setitis air mata ana membasahi pipi sewaktu membaca isi artikel ini.Sungguh terusik hati ana sebagai seoarang anak.Walaupun ana hanya seorang anak tetapi ana mengerti sebuah hati seoarang ibu,kerana ana juga akan bergelar ibu suatu hari nanti.Begitu sayu dan pilu mengapa seorang anak sanggup berkelakuan seperti itu kepada orang tua nya.Nau'zubillah.....
Kita sebagai anak hendaklah menghormati kedua ibubapa kita.Walaupun mereka seburuk mana pun mereka tetap ibubapa kita.Syurga kita adalah di bawah telapak kaki ibu,jangan sesekali menderhaka kepada kedua ibubapa kita walau dengan sepatah perkataan "aahhhh" sekali pun.
Ingatlah wahai insan-insan yang bergelar anak sekalian,ibu yang telah melahirkan kita.Ibu sanggup bertarung nyawa demi mempertahankan nyawa seorang anak.Mereka menjaga kita dari kecil sehingga kita dewasa.Mereka ingin kan kehidupan yang sempurna untuk seorang anak.Sebagai seorang anak kenanglah segala jasa-jasa mereka.Mereka adalah harta yang sangat berharga dan tiada siapa dapat menggantikan insan yang bernama "IBU AYAH".Berbaktilah kepada mereka selagi mereka hidup dan jangan menyesali apabila mereka tiada lagi di muka bumi Allah ini.

" Ya ALLAH..Ampunilah dosa-dosaku..Dosa kedua-dua ibu bapaku..Engkau sayangilah mereka seperti mana mereka menyayangi aku ketika aku masih kecil..Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penyayang lagi Maha Mengasihani.. "


Wasallam.


"kakak syg ibu dan ayah,terima kasih atas segala pengorbanan yang ibu dan ayah telah lakukan.Doakan anakmu ini moga apa segala yang dicita-citakan tercapai.Amin... "

No comments:

Post a Comment